Gelombang Pertama Deportasi Besar-Besaran oleh AS, 160 Warga Guatemala Pulang dengan Pesawat Militer

Dua pesawat militer yang membawa 160 warga Guatemala.jpg

Amerika Serikat memulai langkah besar dalam menegakkan kebijakan imigrasi ketatnya. Dua pesawat militer yang membawa 160 warga Guatemala tiba di pusat penerimaan repatriasi di pangkalan udara Guatemala pada Jumat (24/1). Deportasi ini merupakan bagian dari operasi anti-imigrasi besar-besaran yang dipimpin oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menurut keterangan Institusi Imigrasi Guatemala, dari total deportan, 31 adalah wanita, 48 pria, serta satu anak tanpa pendamping. Setelah tiba, mereka didaftarkan oleh pemerintah Guatemala dan diberikan bantuan dasar, seperti makanan, pakaian, alat kebersihan, hingga dukungan psiko-sosial. Beberapa dari mereka juga diberi kesempatan untuk menghubungi keluarga.

“Proses ini dirancang untuk memastikan para deportan dapat kembali ke komunitas mereka dengan layak,” ujar perwakilan Institusi Imigrasi Guatemala.

Namun, deportasi ini tidak berjalan tanpa kendala. NBC melaporkan bahwa sebuah penerbangan militer lain yang dijadwalkan menuju Meksiko dibatalkan karena alasan yang belum jelas. Insiden ini menambah sorotan terhadap kebijakan keras Trump yang telah berulang kali menyatakan akan "membersihkan" AS dari imigran ilegal.

Operasi ini juga menangkap perhatian internasional. Gedung Putih mengonfirmasi bahwa dalam operasi besar ini, 538 imigran ilegal telah ditahan, termasuk seorang tersangka teroris. Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyebut bahwa ratusan di antaranya adalah "penjahat imigran ilegal."

Bagi Guatemala, kedatangan para deportan ini memunculkan tantangan baru. Sebagian besar dari mereka pulang tanpa pekerjaan dan menghadapi ketidakpastian di tanah air. “Kami tidak tahu harus memulai dari mana lagi,” kata salah satu deportan yang enggan disebutkan namanya.

Kebijakan deportasi ini memicu pro dan kontra. Para pendukungnya memandang langkah ini sebagai upaya melindungi keamanan nasional, sementara kritikus menyebutnya sebagai tindakan tidak manusiawi yang memisahkan keluarga dan merugikan individu yang telah berkontribusi di AS.

Bagaimana nasib ratusan deportan yang kini kembali ke tanah air mereka? Waktu akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: kebijakan ini telah menciptakan babak baru dalam diskusi panjang soal imigrasi di AS.