Prajurit TNI Penembak Bos Rental Tangerang Diadili di Pengadilan Militer, Amnesty Desak Reformasi

Tangerang – Kasus penembakan tragis bos rental mobil di Tangerang yang melibatkan tiga prajurit TNI Angkatan Laut menjadi perhatian luas. Mabes TNI memastikan ketiga tersangka tetap akan diadili melalui pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto, menegaskan, “Anggota TNI yang melakukan tindak pidana akan diadili di peradilan militer, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a. Ketiga tersangka ini masih berstatus militer aktif.”
Namun, keputusan ini menuai kritik tajam. Amnesty International Indonesia, melalui Direktur Eksekutif Usman Hamid, mendesak agar kasus tersebut disidangkan di peradilan umum. “Proses peradilan militer sering kali tertutup dan minim transparansi. Pelaku tindak pidana serius seperti ini seharusnya diadili di peradilan umum,” ujar Usman, Selasa (7/1/2025).
Amnesty menilai reformasi peradilan militer adalah kebutuhan mendesak, mengingat kasus-kasus yang melibatkan aparat TNI-Polri terus bermunculan. Mereka menyerukan revisi terhadap UU Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997 untuk meningkatkan akuntabilitas hukum.
Ketegangan Antara Hukum Militer dan Sipil
Kasus ini memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Sebagian mendukung pengadilan militer, menganggapnya sebagai mekanisme internal yang efektif. Namun, tak sedikit yang mengkhawatirkan kurangnya keadilan bagi korban jika kasus ini ditangani secara tertutup.
Di sisi lain, publik menilai langkah pemerintah untuk mereformasi sistem peradilan militer sebagai ujian keseriusan dalam menegakkan keadilan. Akankah tekanan publik mampu mendorong perubahan besar? Atau, seperti sebelumnya, kasus ini akan terkubur di balik tembok tebal birokrasi militer?
Jawabannya kini bergantung pada langkah tegas pemerintah dan DPR RI dalam menyikapi tuntutan reformasi yang terus menggema.
Tulis Komentar