Dua Kasus Kekerasan di Riau Dihentikan, Restorative Justice Jadi Solusi Damai

Pekanbaru – Dalam sebuah langkah progresif, dua kasus kekerasan di Riau yang melibatkan tersangka Rustam Arga alias Katam dan Samsul Bahri berhasil dihentikan penuntutannya melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Perdamaian kedua pihak terjadi setelah mediasi intensif yang difasilitasi oleh jaksa di bilik damai adat Kabupaten Rokan Hilir. Keputusan penghentian ini disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) pada Selasa, (23/01/2025).
Kasus Pertama:
Kasus Rustam Arga berawal pada Juni 2024 di Rokan Hilir, di mana tersangka diduga melakukan kekerasan terhadap anak bernama Akbar Riyanto. Akbar ditampar berulang kali hingga mengalami luka di bibir hanya karena masalah kecil saat bermain. Rustam dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C UU Perlindungan Anak.
Kasus Kedua:
Sementara itu, Samsul Bahri diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga pada November 2024. Dalam kemarahannya, ia mencekik istrinya, Noni, dan memukul wajahnya hingga menyebabkan luka serius. Samsul dijerat Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Proses Perdamaian:
Mediasi dilakukan oleh Jaksa Fasilitator dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, dengan mengedepankan pendekatan adat dan musyawarah. Perdamaian antara tersangka dan korban akhirnya tercapai, termasuk pemberian maaf dari pihak korban.
Wakajati Riau, Rini Hartatie, SH, MH, menyampaikan bahwa keberhasilan ini adalah wujud nyata pendekatan RJ dalam menciptakan keadilan yang humanis. “Restorative Justice bukan hanya soal penghentian perkara, tetapi memberikan ruang bagi korban dan pelaku untuk menyelesaikan masalah secara damai,” ujarnya.
Keputusan penghentian ini mendapat lampu hijau dari JAM Pidum melalui Direktur C, Johny Manurung, SH, MH, setelah mempertimbangkan laporan hasil perdamaian dan dampak positifnya bagi masyarakat.
Masyarakat Sambut Positif
Langkah ini diapresiasi masyarakat setempat. “RJ ini menghidupkan nilai-nilai adat dan musyawarah. Ini jauh lebih baik daripada menyeret pelaku ke penjara tanpa menyelesaikan akar masalah,” ujar salah satu tokoh adat di Rokan Hilir.
Keberhasilan penghentian penuntutan ini diharapkan menjadi contoh penerapan hukum yang lebih manusiawi di Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi keadilan dan keharmonisan sosial.
Tulis Komentar